Senin, 18 Juni 2012

WASPADAI THALASEMIA



Nama thalasemia barangkali tidak terlalu akrab di kuping mayarakat Indonesia . Padahal, jumlah penderita penyakit ini cukup besar .


THALASEMIA merupakan suatu kelainan darah yang bersifat genetic. Penyakit ini biasanya merusak DNA karena tidak optimalnya produksi sel darah. Hal ini juga kerap menyebabkan anemia. Gejalanya sendiri yang dapat dilihat secara kasat mata, seperti pusing, muka pucat, badan sering lemas, suka tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Sebagian ahli berpendapat, bila tidak ditangani serius, penderita hanya dapat bertahan  hidup hingga usia 8 tahun.
Karena bersifat genetik , thalasemia termasuk penyakit turunan . Jika suami atau istri membawa sifat thalasemia , 25 persen anak mereka berpeluang menderita penyakit yang sama. Jika janin yang terkena , transfusi darah akan dibutuhkan seumur hidupnys. Akibat terburuknya, penderita bisa meninggal dunia karena penimbunan zat besi pada organ jantung.
Deteksi dini dianggap penting karena  jumlah penderita cenderung meningkat dan penangannya di kemudian hari akan lebih baik. Alasannya, thalasemia sulit didiagnosis dibandingkan penyakit lainnya. Deteksi dapat dilakukan sejak bayi masih dalam kandungan.
Untuk mencegah terjadi pada anak pasangan yang akan menikah harus menjalani tes darah. Tes ini untuk melihat nilai hemoglobin dan profil sel darah merah dalam tubuh. Setelah itu, ada baiknya sebelum menikah untuk mengetahui apakah ada gen pembawa thalasemia di anda atau pasangan.
Penderita dianjurkan untuk menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati thalasemia adalah transplantasi sumsum tulang dan teknologi sel punca(Stem Cell)
Pencegahan juga harus melibatkan peranan pemerintah. Hal ini untuk mengontrol penyebaran penyakit lebih jauh. Beberapa Negara maju sudah menjalankan control akan penyebaran penyakit ini. Siprus berhasil menekan penyebarannya hingga 0 persen.
Berbeda lagi dengan Italia yang mengharuskan seseorang melakukan pemeriksaan. Saat mengajukan pernikahan, pasangan tersebut harus memperlihatkan surat hasil pemeriksaan tersebut. Dari situ aka nada konselor yang memberikan saran terkait dampak yang akan terjadi apabila pernikahan tersebut dila

Tidak ada komentar:

Posting Komentar